Di
pusat kota Oslo, Norwegia, seorang chef menyajikan
hidangannya untuk para anak anak di sebuah taman kanak kanan. Kritian Midroy
bukan sekedar juru masak, melainkan chef dengan spesialisai sashimi salmon sampai
daging rusa panggang, yang bekerja untuk anak anak ini. Sebuah taman kanak
kanak yang bisa mencicipi masakan seorang chef
berkelas bukan hal umum di negara dengan Gross
Domestic Product (GDP) per kapita terkaya ke empat di dunia ini.
Kota Stavanger dari udara
Sebenarnya pemerintah Norwegia mensubsidi 80% biaya taman
kanak kanaknya, tetapi biaya tambahan sebesar 116 dolar per bulan diberikan
oleh para orang tua, sebagai bentuk terima kasih pada hidangan gourmet berkelas untuk anak anak mereka.
Hal ini karena upah di Norwegia, yang bukan anggota Uni Eropa, lebih tinggi 50%
dibandingkan upah rata rata negara Uni Eropa.
Norwegia adalah pengekspor minyak terbesar kelima di
dunia. Dengan pendapatan tahunan sekitar 40 milyar dolar, ditambah dengan
kegiatan ekonomi yang bersemangat dan beragam, bukan hal yang mengherankan jika
orang orang disana sangat makmur. Dalam sebuah survey tentang kesenjangan
sosial, Norwegia selalu menempati rangking teratas sebagai negara dengan
kesenjangan penghasilan antar penduduk paling rendah di dunia.
Inilah yang membedakan Norwegia dengan negara negara
eksportir minyak lainya, yang kebanyakan penghasilannya dinikmati oleh
sekelompok elit, sementara rakyatnya hanya berharap mendapat tetesan yang
mungkin masih tersisa.
Banyak pelajaran berharga yang bisa kita dapat dari
Norwegia. Bagaimana mereka sukses mengelola kekayaan minyaknya untuk
kesejahteraan rakyatnya, semuanya bermula di sebuah kota pelabuhan di laut
utara, Stavanger, pusat industri minyak lepas pantai Norwegia.
Stavanger
Sebelum
ditemukan minyak, Stavanger adalah kota nelayan yang tekenal dengan ikan
herring-nya, sampai pada tahun 1870, krisis melanda kota ini. Dengan hanya
mengandalkan kapal kapal kayu dan pertanian, kota ini jauh tertinggal dari para tetangga yang sudah memasuki ekonomi
industri.
Tapi
minyak mengubah segalanya. Tahun 1960, standar kehidupan di Norwegia 30 sampai
40 persen lebih rendah dari Swedia ataupun Denmark. Tapi sekaranga, standar kehidupan
disini lebih tinggi dari kedua negara tetangganya tersebut. Itulah yang
diungkapkan Bruno Gerard, seorang pakar ekonomi dari Sekolah Bisnis Norwegia, Oslo.
Besarnya
kekayaan minyak di Stavanger bisa dilihat dari populasi penduduk yang hanya
90,000 ribu jiwa pada tahun 1960 meningkat menjadi 204,000 ribu jiwa sekarang.
Kapal kapal besar yang tertambat di pelabuhan, 70 instalasi pengeboran minyak
beroperasi dari ujung selatan sampai ujung utara, 10,000 mahasiswa baru
Universitas Stavanger, aula konser, museum, dan sebuah greenhouse luas dimana tomat segar terus berbuah walau di musim
dingin, adalah bukti betapa kayanya kota ini.
Dutch
disease
Industri minyak yang membuat negeri in kaya sebenarnya
tidak memberikan sebuah ‘jaminan’. Banyak penelitian mengatakan bahwa minyak
bisa membawa musibah bagi ekonomi suatu negara hanya dengan menghancurkan
sektor ekspor energinya, bahkan ini bisa menular ke sektor ekspor yang lain,
yang akan membawa negara dalam kebangkrutan. Fenomena ini dikenal dengan Dutch disease – penyakit orang Belanda,
setelah apa yang melanda Belanda saat menemukan cadangan gas alam yang besar di
laut utara pada 1960. Hal inilah yang hampir terjadi di Norwegia.
Darouk Al Kasim, seorang pria kelahiran Irak, menjadi
saksi hidup sejarah perminyakan di Norwegia. Pria yang mengawali karir sebagai
geolog perminyakan di Basra ini bermigrasi ke negara ini bersama sang istri
asli Norwegia untuk pengobatan anaknya.
Ketika
dia datang pada 1968, industri perminyakan baru berlangsung satu tahun. Tapi
dia segera mendapat pekerjaan sementara di Kementrian Perminyakan yang juga
masih baru. Dan sejak tahun 1973 sampai 1991 dialah yang mengatur Norway
Petroleum Resources sebelum pensiun
untuk menjadi seorang konsultan minyak internasional.
Ketika
industri peminyakan pertama dimulai, reaksi Norwegia sama seperti Negara Negara
lain yang baru ketiban untung dari emas hitam ini. Orang orang
menilai keuntungan mendadak dari minyak sebagai anugerah yang tak tertandingi. Uang
hasil penjualan minyak dimasukkan langsung ke dalam anggaran pemerintah untuk
belanja publik. Tapi pada 1972, ekonomi Norwegia dengan jelas berada dalam
masalah.
Selama
empat tahun Norwegia terjangkit dutch
disease , dimana upah meningkat, pabrik pabrik kehilangan orang orang
pintarnya sedangkan orang asing berlomba lomba menginvestasikan uangnya di
ladang minyak, sehingga nilai mata uang Norwegia pun menjadi sangat tinggi. Hal
inilah yang membuat para pelanggan di negara lain tidak sanggup menampung
produk ekspor Norwegia. “Pemerintah membagikan subsidi tapi itu hanya membuat
kami terjerumus masuk lumpur yang lebih dalam.” ujar Kasim. Beruntung masa masa
ini hanya berlangsung selama empat tahun.
Pada
tahun 1976, bencana yang membuat takut akibat tsunami uang minyak telah dikubur dalam hati orang Norwegia. Negara
ini memutuskan untuk tidak melakukan apa yang dilakukan Irak dan negara negara
kaya minyak lainnya, dengan meninjau ulang besarnya keuntungan minyak yang
masuk dalam perekonomian.
Awalnya,
pemerintah memutuskan untuk mengambil semua keuntungan yang dihasilkan oleh
perusahaan perusahaan minyak milik negara dan menginvestasikannya kembali untuk
mencari dari memproduksi sumber minyak yang lebih banyak.
Tapi
pada tahun 1995, lonjakan pendapatan telah tumbuh melebihi apa yang bisa
diserap. Pemerintah Norwegia akhirnya meciptakan sebuah penyangga dana khusus (buffer fund) untuk mencegah masuknya
keuntungan minyak kedalam perekonomian. Pemerintah melarang penggunaan anggaran
untuk infrastruktur dan proyek publik lain melebihi 4 persen dan
menginvestasikan sisa anggaran ke dalam pasar modal. Pemerintah pun
mendeklarasikan program ini sebagai ‘properti untuk generasi masa datang
Norwegia’.
Tetap
bertahan
Salah
satu landmark di Stavanger adalah
bangunan semi modern dengan sebuah menara di sebelahnya. Bila dilihat lebih
dekat, ini adalah replika dari instalasi perminyakan. Bangunan ini adalah Museum
Minyak Norwegia, dibangun di akhir 1990 untuk menceritakan pada publik tentang
sumber daya negara yang sangat penting. Sekitar 10,000 sampai 12,000 pelajar selalu
mengunjunginya tiap tahun.
Museum
ini memilki banyak pameran yang menarik mengenai teknologi pengeboran bawah
laut. Tapi ada satu benda yang bisa membuat mu terkesan, yaitu sebuah counter digital raksasa yang memutar
angka dengan cepat seperti sebuah jam yang overdrive.
Benda ini bukanlah jam rusak, melainkan sedang menghitung secara realtime jumlah uang yang terakumulasi
di Norway Buffer Fund sejak 1995. Counter
ini sekarang menunjukan angka 890 milyar dolar. Angka tersebut sama dengan uang
170 ribu dolar untuk satu orang warga Norwegia.
Secara
resmi , uang ini dialokasikan untuk membayar pensiunan pemerintah karena Norwegia
sedang melakukan proses pensiun cepat ditengah ledakan penduduk. Tapi
sebenarnya, ini lebih bertujuan untuk memastikan bahwa Norwegia tidak memiliki
ketergantungan terhadap industri minyak untuk kesejahteraan rakyatnya.
Sejauh
ini , teori terlihat bekerja baik.
Hanya
45 menit perjalanan menggunakan ferry dari Stavanger, terdapat sebuah ladang
ikan salmon yang menjadikan Norwegia sebagai eksportir seafood terbesar kedua di dunia. Tambak ini terdiri dari rumah
perahu yang mengapung di mulut tepian dengan 3 jaring besar yang mengapung. Di
dalam jaring yang membentang sejauh 20 meter
dan kedalaman 35 meter, 207 ribu ikan salmon berputar putar didalamnya sambil
mencari makan. Setiap 8 jam, secara bergantian para petugas melemparkan 21 ton
makanan pellet ke dalam jaring. Dan setelah
2 tahun , ikan ikan tumbuh besar dan siap dipanen untuk dibawa ke pasar.
Tidak
jauh dari tambak ikan itu, di pulau Jutaberg, terdapat perusahaan yang melayani
pasokan sektor budidaya air (aquaculture)
Norwegia. Martin Steiness, seorang biologis yang bekerja disana menunjukan
beberapa subyek eksperimennya. Makhluk hijau lucu yang dinamai lumpfish, biasa memakan kutu laut yang
sering menempel pada ikan salmon. Dan saat ini lumpfish punya nilai jual yang bagus di pasar.
Steiness
tahu betul tentang seberapa banyak uang minyak bisa mencurangi sebuah perekonomian
dan mendorong sektor seperti budidaya air keluar dari bisnis. Karena walaupun
ada buffer fund, beberapa gejala dutch disease masih terasa dalam
perekonomian.
Industri
seafood tidak akan mampu membayar
gaji setinggi yang dibayarkan perusahaan minyak. Hal inilah yang membuat
beberapa sektor non minyak mencari orang orang berbakat yang mereka inginkan.
“Dalam industri aquaculture, orang
orang yang bekerja di tambak laut tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi.”
ucap Steiness. ”Tapi dalam hal manajemen, kamu akan membutuhkan pendidikan
tinggi dan pada level ini , kompetisi jelas terlihat”.
Selama
dutch disease masih ada, industri seafood masih bisa berkembang dan
mungkin menjadi industri yang kuat terhadap tekanan. Para pengusaha harus benar
benar kreatif dalam mencari kejenuhan pasar yang bisa membuat upah di Norwegia melambung
tinggi. Dan setiap orang terlihat mencari peluang baru.
Steiness
kemudian membawa pengunjung ke ruang belakang untuk menunjukan apa yang ia
percayai bisa menjadi sebuah gebrakan, yaitu peternakan bulu babi. Telur bulu
babi sangat popular dalam dunia seafood
terutama karena sering dipakai sebagai caviar
si restoran sushi. Steiness berharap bisa membuka rahasia dari mengembangbiakan
mereka secara masal.
Ketika
minyak mengering
Norway
Buffer Fund (NBF) mungkin bisa menjaga stabilitas perekonomian negara ini, tapi
mau tidak mau, lambat laun ladang ladang minyak akan habis dan mengering. Para
perusahaan dan pemilik modal di Stavanger sudah mewaspadai kondisi ini. Ini
terlihat dari penurunan produksi minya sejak tahun 2000 walaupun pada tahun
2011 ditemukan ladang minyak baru.
Bjorn
Vidar Loeren, dari Asosiasi Gas dan Minyak Norwegia, menyatakan bahwa cadangan
minyak akan habis dalam waktu 50 tahun kedepan sedangkan cadangan gas alam bisa
bertahan lebih lama, sekitar 100 tahun lagi. Tapi tidak ada orang yang tahu secara
pasti. Beberapa pakar perminyakan lain, seperti Kasim, bahkan mengestimasi
bahwa minyak akan habis paling tidak 30 tahun lagi dan gas menyusul 20 tahun
kemudian.
Seperti
orang Norwegia lainya, Loeren tidak terlalu khawatir dengan masalah ini. Banyaknya
uang yang ditampung di dana pensiunan milik negara akan melakukan sesuatu yang
lebih jauh dari sekedar melayani pensiunan. Dana ini dapat diguanakan negara
untuk mengembangkan industri baru ketika minyak mulai mengering.
“Para
politisi norwegia sudah berpikir cerdas dan disiplin, jadi ketika hari dimana era
minyak berakhir datang , akan ada uang yang bisa dikonversi menjadi sesuatu
yang lain” ucap Loeren. “Saya pikir ini sebuah konsep yang adil yaitu dengan
membagi keuntungan dari minyak pada sejumlah generasi dibandingkan menghabiskan
segalanya di depan.”
Beberapa
negara kaya minyak lain akan iri dengan Norwegia yang memiliki dana talangan untuk mengurangi efek dutch disease dalam perekonomian. Rusia
mencoba membuat hal yang sama seperti Norwegia, tapi perbedaannya adalah jika
Norwegia memperlakukan dananya seperti sesuatu yang sakral, tidak dengan Moskow
yang menyiapkannya untuk dimasukan kedalam anggaran ketika negara membutuhkan
dana ekstra.
Menurut
Bank Sentral Norwegia, keuntungan minyak Norwegia dan Rusia adalah 15% dari GDP
dalam kurun waktu antara 1998 dan 2013. Akan tetapi, jika dana yang terhimpun diakumulasi
sampai 2013, Norwegia memilki dana talangan mencapai 200% dari GDP tahunan, sedangkan
Rusia hanya memilki dana talangan sebesar 20% dari GDP.
Bagaiamana
Norwegia efektif mengatur kekayaan minyaknya?
Beberapa
jawaban menjurus ke sejarah Norwegia. Sebagai bangsa kecil dengan tradisi egaliter
yang membawa kembali era Viking, yaitu ketika beberapa orang bebas membentuk kelompok
bersama dibawah pemimpin kharismatik untuk mengambil bagian dalam perdagangan
laut dan melakukan ekspedisi ke berbagai wilayah dan kemudian membagikan
keuntungan yang diperoleh.
Knud
Knudsen, sosiolog di Universitas Stavanger, berkata tradisi itu, diperkuat oleh
hukum dalam era industri yang menjamin pembagian sumber daya alam, seperti air
terjun yang membantu member peningkatan pada masyarakat saat ini, yaitu masyarakat
yang menaruh banyak empati pada program sosial yang juga menguntungkan semua
masyarakat. Knudsen berkata bahwa itu semua menjelaskan fakta bahwa orang orang
Norwegia memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi pada sesama warganya,
terutama pada mereka yang bekerja di pemerintahan.
Norwegia
selalu berada di rangking teratas survey dunia tentang kepercayaan masyarakat
pada pemerintahan dan institusi mereka serta kepuasan umum dengan kehidupan
mereka. Ini bisa diartikan bahwa model negara seperti Norwegia tidak akan
bekerja baik di beberapa negara yang rasa keterikatan sosialnya masih kurang.
Tapi pengalaman Norwegia masih bisa menjadi pelajaran yang berharga.
Darouk
Al Kasim yang kini menjadi konsultan minyak internasional, memberikan saran
untuk negara lain, khususnya negara negara berkembang, untuk tidak mencoba
menyimpan keuntungan minyak seperti Norwegia. Negara negara ini masih
membutuhkan investasi untuk membangun infrastuktur. Mereka juga perlu
menciptakan kestabilan dana untuk melindungi sektor ekonomi mereka yang belum
beragam dari ayunan liar harga minyak.
Jika
ingin terlindungi dari dutch disease,
mereka juga harus belajar untuk menyimpan kekayaan minyaknya , bukan hanya
membelanjakannya dan memberikan kesempatan pada sektor non minyak untuk tumbuh
sehingga dapat mempekerjakan banyak orang.
Ketika
mereka tidak melakukan ini, negara tersebut hanya akan menjadi “oil curse” atau tumbal minyak. Negara akan
menjadi sangat bergantung pada pendapatan minyak sehingga bisnis lain menjadi mati
dan para pembuat aturan akan tetap berkuasa bersama para loyalis menghancurkan
para pembangkang.
Dalam
kasus terburuk, minyak menjadi sebuah hadiah untuk kelompok berkuasa yang
saling berebut satu sama lain hingga
pada akhirnya sebuah negara kaya minyak berubah menjadi negara gagal.
Dan tidak ada pemenang, hanya pecundang.
Sumber
utama : what-norway-can-teach-other-oil-rich-countries
Thanks for info jangan lupa kunjungi website kami https://bit.ly/2NJpsuG
BalasHapus