Berwisata Ke Kompleks MPR ( Rupiah Travels part.1 )

        Sejak ditetapkannya rupiah sebagai mata uang resmi Negara Indonesia tanggal 2 November 1949 sampai sekarang, sudah banyak gambar yang tercetak di dalamnya. Mulai dari gambar pahlawan, budaya, daerahi, sampai binatang khas indonesia. Kali ini kita akan sedikit membahas beberapa tempat atau daerah yang pernah tercantum dalam rupiah, diantaranya :

1. Kompleks Gedung Parlemen / MPR-DPR-DPD RI (Uang Rp.100.000,-)
          Uang Rp.100ribu memipunyai 3 versi sejak diterbitkan pada tahun 1999, walaupun gambar nya tetap sama, yaitu bapak proklamator "Ir.Soekarno dan Moh.hatta" dan gedung MPR-DPR RI. Versi 1999 terlihat jelas dari warna dan bahan polymer yang berbeda dari versi berikutnya. Untuk versi ke-2 (2004) dan ke-3 (2011) perbedaannya ada pada tulisan pada gedung. Jika versi 2004 hanya tertulis "Majelis Permusyawaratan Rakyat - Dewan Perwakilan Rakyat" , pada versi 2011 ditambahi "Dewan Perwakilan Daerah".


100ribu keluaran 1999 (atas), 2004 (tengah), dan 2011 (bawah)

      Gedung Parlemen (DPR/MPR/DPD) didirikan pada 8 Maret 1965. Pemancangan tiang pertama dilaksanakan pada19 April 1965. Komplek bangunan dirancang oleh Soejoedi Wirjoatmodjo Dpl.Ing. dan disahkan presiden pada 22 februari 1965. Awalnya, komplek gedung ini ditujukan untuk keperluan sidang CONEFO (Conference of the New Emerging Forces), akan tetapi pembangunan terhambat karena adanya pemberontakan G30S/PKI. Pembangunan kembali dilanjutkan pada masa Orde Baru, dan resmi dijadikan Gedung  MPR-DPR RI pada tahun 1968.
           Komplek Parlemen terdiri dari 6 bangunan utama, yaitu : Gedung Nusantara yang berbentuk kubah,  Nusantara I atau Lokawirasabha, Nusantara II, Nusantara III, Nusantara IV, dan Nusantara V, lalu ada gedung sekretaris jendral , gedung DPD, dan Masjid Baiturrahman. Selain itu terdapat taman bunga, kolam air mancur dan sebuah patung kontemporer di depan gedung Nusantara serta sebuah lapangan sepakbola di belakangnya.

a. Gedung Nusantara




Gedung Nusantara digunakan untuk acara seremonial di DPR, seperti pidato presiden setiap bulan agustus, dan sidang 5 tahunan DPR,DPD, dan MPR. Di lanatai terbawah gedung nusantara terdapat ruang komisi II, IV, dan VIII DPR, serta ruang Pansus besar.

b. Gedung Nusantara I


Gedung berlantai 24 setinggi 100meter ini adalah ruang kerja atau kantor bagi para anggota DPR. Di lantai 1 terdapat sejumlah ruang komisi, yaitu komisi VI, VII, IX, X, dan XI.

c. Gedung Nusantara II
 Gedung ini terdiri dari 4 lantai dengan ruang rapat paripurna DPR di lantai teratas. Di lantai 2 terdapat ruang komisi, yaitu komisi II, I , dan ruang Banggar DPR yang baru.

d. Gedung Nusantara III
 Di gedung inilah 5 pimpinan DPR, 3 pemimpin DPD dan 5 pimpinan MPR RI berkantor. Lantai 4 digunakan untuk ruang rapat pimpinan DPR, ruang rapat pimpinan MPR di lantai 9, dan pimpinan DPD di lantai 8

e. Gedung Nusantara IV
 Gedung Nusantara IV lebih dikenal sebagai auditorium. Berukuran sangat luas, gedung ini sering digunakan untuk sejumlah acara kenegaraan dan acara silaturahmi baik MPR, DPR, maupun DPD.

f. Gedung Nusantara V
 Gedung ini sebenarnya menyatu dengan gedung nusantara III dan IV. Gedung yang berukuran hampir sama dengan ruang rapat paripurna DPR di gedung nusantara II ini digunakan untuk ruang rapat paripurna DPD RI.
f. Gedung Sesjen DPR

g. Gedung Sesjen DPD

h. Masjid Baitur Rahman

           Masjid ini didirikan pada tahun 1965 di area seluas 2.000m² dengan bangunan 1240 m² dibuat 3 lantai dengan kapasitas 3.720 orang, plus taman seluas 760m² serta sebuah menara setinggi Di depan masjid, pada tahun 2007, dibuat aula yang terbuka seluas 36m² atas prakarsa Ketua DPR RI Agung Laksono. Jamaah shalat Jum’at, biasanya 4.000 orang dan yang tidak tertampung di masjid terlihat terpisah-pisah di taman dan di bawah pohon rindang.
         Bangunan utama masjid [lantai 2] berdiri anggun di atas undakan lantai dasar masjid yang di dalamnya terdapat beragam fasilitas. Terdapat tangga bata bersulam keramik putih cerah yang terletak secara terpisah di bagian depan, samping kiri, dan samping kanan masjid.
         Interior bukaan masjid memungkinkan semilir angin masuk meski berada di dekat mimbar. Pintu utama dan jendela masjid yang terbuat dari kayu jati asli Demak itu diukir berlubang-lubang, indah bermotif dedaunan layaknya kraton di Jawa. Di masjid ini pula terdapat sebuah bedug berdiameter 1,97m dan panjang 3m yang didatangkan dari hutan kayu jati Blora. Karena ukurannya, kulit sapi yang digunakan didatangkan langsung dari Australia. Semenatara kentongannya terbuat dari kayu nangka berdiameter 0,5m dan panjang 1,65m. Keduanya diukir khas Jepara yang disumbangkan oleh Menteri Kehutanan Ir. Djamaluddin Suryohadikusumo tahun 1998. (alifmagz.com)
i. Patung Kontemporer

         Elemen estetika yang paling menonjol di plaza taman Gedung MPR/DPR adalah berupa patung kontemporer karya But Mochtar. Meskipun dulunya ia mendalami pendidikan seni lukis di Seni Rupa ITB, tetapi karena mendapat kesempatan menempuh pendidikan seni patung di New York Sculpture Centre, maka ia kemudian menekuni dunia seni patung. Bahkan ia ditunjuk menjadi Ketua Jurusan Patung di Seni Rupa ITB, sekembalinya dari New York. Salah satu mahasiswanya dari Bali adalah Surya Pernawa, pembuat patung I Gusti Ngurah Rai di Tuban.
          Patung karya But Mochtar di plaza Gedung MPR/DPR merupakan perlambang penjelmaan manusia Indonesia yang hakiki, kehendak maupun harapan-harapannya yang disampaikan lewat lembaga perwakilan rakyat. Patung ini juga merupakan perlambang dimensi waktu yang telah ditempuh rakyat Indonesia dari perjalanan masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Dimensi waktu itu terjalin erat dalam sebuah karya seni patung kontemporer dengan konstruksi rangka besi berlapis perunggu.
           Karya patung ini memang masih memperlihatkan gaya dalam karya seni lukisnya di masa lalu. Ciri khas karya But Mochtar adalah banyak mengekspresikan garis-garis ritmik, warna, kecerahan dan gerak. Kesukaannya dengan "kecerahan hidup" (joy of life), menyebabkan karya-karya seni But lebih banyak memperlihatkan ungkapan ekspresi ritmik garis dan warna. Karena itulah patung kontemporer But di plaza Gedung MPR/DPR memperlihatkan ritmik garis dengan media konstruksi besi berlapis perunggu.
           Patung perunggu ini diletakkan di tepi kolam plaza Gedung MPR/DPR. Setelah rancangan lansekap di plaza selesai dikerjakan dan mampu menyatukan unit-unit bangunan yang ada, patung ritmik ini ternyata juga mampu menjadi "elemen pengikat" unit-unit bangunan di sekitarnya dalam satu-kesatuan lansekap. Garis-garis ritmik yang berwujud patung "berongga" ini tidak merusak keberadaan unit-unit bangunan yang ada. Jika elemen estetika ini tidak ada, maka ruang terbuka dan unit-unit bangunan di kompleks MPR/DPR akan terkesan tak tentu arahnya. Sebab, elemen ini bisa mempengaruhi skala manusiawi, akibat tak jelasnya dimensi dan arah.
          Adanya plaza di depan Gedung MPR/DPR, sebenarnya sudah sangat menunjang kemonumentalan gedung Ruang Sidang Utama yang berbentuk kubah. Kemudian keberadaan kolam yang menjadi unsur penunjang utama, mampu mengarahkan pandangan, yang memusat ke gedung monumental Ruang Sidang Utama yang unik. Dengan ditempatkannya di tepi kolam plaza gedung, maka patung besi berlapis perunggu yang memperlihatkan garis ritmik tersebut makin memperkuat orientasi ruang ke arah Gedung Ruang Sidang Utama.
              Patung ini pun makin berhasil perwujudannya ketika air mancur di sepanjang tepi kolam bagian kiri dan kanan memancurkan airnya saling-silang ke tengah-tengah kolam. Sehingga, betul-betul terjadi gerak ritmik yang menyegarkan di plaza gedung. Dan jika lampu-lampu taman dinyalakan malam hari untuk menyorot air mancur, patung dan Gedung Ruang Sidang Utama, maka terlihatlah semuanya dalam satu-kesatuan estetika arsitektur lansekap. (Gede mugi raharja, Bali post)


Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar